Kediri, jurnalpolisi.org — Kasus dugaan pungutan liar dalam proses pengisian perangkat desa kembali mencuat di Kabupaten Kediri. Kali ini, dugaan tersebut terjadi di Desa Tegowangi, Kecamatan Plemahan, Kabupaten Kediri, khususnya dalam pengisian posisi Kepala Dusun Sariwangi.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari sejumlah sumber, proses pengisian perangkat desa di Desa Tegowangi diduga tidak berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Posisi Kepala Dusun Sariwangi yang kosong sejak beberapa waktu lalu menjadi sorotan, karena diduga ada oknum yang memanfaatkan kesempatan ini untuk menarik biaya yang sangat besar dari calon-calon yang ingin menduduki jabatan tersebut.
Sejumlah warga mengungkapkan bahwa untuk bisa menduduki posisi Kepala Dusun Sariwangi, calon perangkat desa diharuskan membayar sejumlah uang dengan kisaran yang sangat tinggi, mulai dari puluhan juta hingga mencapai ratusan juta rupiah. Uang tersebut diduga diminta oleh beberapa pihak yang berkepentingan untuk meloloskan calon yang diinginkan.
Kondisi ini semakin mencuat setelah adanya laporan dari beberapa calon yang merasa tertekan dan diminta untuk membayar sejumlah uang besar dengan iming-iming posisi yang menguntungkan. "Kami merasa diperas, karena tidak ada pilihan lain selain membayar jika ingin mendapatkan posisi tersebut," ungkap salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Pemerintah Desa Tegowangi, melalui Kepala Desa Tegowangi, hingga berita ini diturunkan belum memberikan klarifikasi resmi terkait dugaan praktik tersebut. Namun, beberapa sumber di Desa Tegowangi mengatakan bahwa pihak desa akan segera melakukan investigasi internal dan bekerja sama dengan aparat hukum untuk menuntaskan persoalan ini.
Berdasarkan informasi yang ada, dugaan praktik pungutan liar dalam pengisian perangkat desa ini dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), serta Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 12 B Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 menyebutkan bahwa “Setiap orang yang melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi dengan cara yang tidak sah atau dengan cara yang merugikan keuangan negara dapat dikenakan pidana penjara dan denda.”
Selain itu, Pasal 55 UU No. 5 Tahun 2014 juga mengatur tentang pengisian perangkat desa yang harus dilakukan secara transparan dan bebas dari praktik KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Praktik seperti ini, apabila terbukti, dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Proses pengisian perangkat desa merupakan salah satu elemen penting dalam tata kelola pemerintahan desa yang harus berjalan dengan adil dan transparan. Dugaan adanya praktik pungutan liar dalam pengisian posisi Kepala Dusun di Desa Tegowangi menunjukkan betapa pentingnya pengawasan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah setempat, masyarakat, serta lembaga terkait untuk memastikan bahwa proses tersebut tidak disalahgunakan.
Kasus ini menambah panjang daftar persoalan dalam pengisian perangkat desa yang sering kali berbuntut pada dugaan penyelewengan. Pemerintah Kabupaten Kediri diharapkan untuk segera menindaklanjuti laporan ini dengan melakukan penyelidikan yang mendalam dan memastikan proses pengisian perangkat desa di masa depan berjalan dengan transparansi dan tanpa adanya intervensi yang merugikan masyarakat.(RED.N)
Social Header