Breaking News

Bau Korupsi di Desa! Dugaan Praktik Kotor dalam Seleksi Perangkat Desa Gayam


Kediri, jurnalpolisi.org  – Proses seleksi perangkat desa di Desa Gayam, Kabupaten Kediri, kembali menjadi sorotan publik setelah muncul dugaan praktik kecurangan yang mencoreng prinsip transparansi dan keadilan. Masyarakat mencurigai adanya transaksi finansial yang melibatkan nominal puluhan juta rupiah demi mendapatkan posisi strategis dalam pemerintahan desa. Dugaan ini semakin kuat setelah beredar informasi bahwa sejumlah calon peserta seleksi disebut-sebut telah memberikan uang kepada pihak tertentu untuk melancarkan kelulusan mereka.

Pada tahun 2024, Pemerintah Desa Gayam mengadakan seleksi untuk mengisi tiga jabatan penting, yaitu Kepala Seksi Pemerintahan, Kepala Seksi Pelayanan, dan Kepala Dusun Gayam Timur. Seharusnya, proses ini menjadi momentum untuk menghadirkan aparatur desa yang kompeten dan berintegritas. Namun, realitas di lapangan tampaknya berbeda. Sejumlah laporan masyarakat menyebutkan adanya indikasi jual beli jabatan yang membuat seleksi ini tidak berjalan secara adil dan terbuka.

Kasus dugaan suap dalam seleksi perangkat desa bukanlah hal baru di Kabupaten Kediri. Pada tahun 2021, praktik serupa mencuat ke permukaan ketika seorang kepala desa terbukti terlibat dalam skandal pengangkatan perangkat desa dengan nilai transaksi mencapai Rp315 juta. Kasus tersebut berujung pada proses hukum dan sanksi berat bagi pelaku yang terbukti menyalahgunakan kewenangan.

Dalam regulasi yang ada, pengangkatan perangkat desa telah diatur secara ketat untuk memastikan seleksi dilakukan secara transparan dan berkeadilan. Beberapa ketentuan yang menjadi landasan hukum dalam proses ini di antaranya:Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa:Pasal 49: Perangkat desa bertugas membantu kepala desa dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat.Pasal 50: Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa, kepala urusan, kepala seksi, dan kepala dusun.Pasal 51: Perangkat desa wajib melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan menjunjung tinggi prinsip transparansi serta keadilan.Pasal 53 ayat (1): Pengangkatan perangkat desa dilakukan oleh kepala desa setelah mendapat rekomendasi dari camat atas nama bupati/wali kota.Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 67 Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa:Pasal 3 ayat (1): Seleksi perangkat desa harus transparan, akuntabel, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).Pasal 5: Seleksi dilakukan oleh tim independen yang dibentuk kepala desa dan wajib mengedepankan prinsip objektivitas.Pasal 7 ayat (1): Setiap perangkat desa yang terbukti melakukan pelanggaran dalam seleksi dapat dikenai sanksi administratif atau diberhentikan dari jabatannya.Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:Pasal 12B ayat (1): Setiap gratifikasi yang diterima oleh penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatan atau kewajibannya dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.Pasal 5: Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dapat dihukum dengan pidana penjara maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp250 juta.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999:Pasal 2 ayat (1): Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara dapat dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun.Pasal 3: Setiap pejabat yang menyalahgunakan wewenang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri dapat dikenakan pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.

Sejumlah tokoh masyarakat di Desa Gayam menyampaikan kekecewaannya terhadap dugaan praktik curang dalam seleksi ini. Mereka mendesak agar aparat penegak hukum, khususnya Inspektorat Daerah, segera melakukan investigasi menyeluruh. Jika terbukti ada praktik jual beli jabatan, para pelaku harus dikenai sanksi hukum yang tegas guna memberikan efek jera.

Selain itu, partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawal integritas seleksi perangkat desa. Warga dapat melaporkan dugaan pelanggaran ke Ombudsman, Inspektorat Daerah, atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pengawasan ketat dari masyarakat dan lembaga terkait menjadi kunci untuk mencegah praktik kecurangan yang merugikan kepentingan publik.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa sistem seleksi perangkat desa harus diperkuat dengan pengawasan yang lebih ketat. Jika praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme terus dibiarkan, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan desa akan semakin menurun. Oleh karena itu, pemerintah daerah dan instansi terkait harus melakukan reformasi sistem seleksi dengan menerapkan mekanisme berbasis meritokrasi dan akuntabilitas.

Dengan adanya keterlibatan aktif masyarakat, penerapan aturan yang konsisten, serta penegakan hukum yang tegas, diharapkan sistem pengisian perangkat desa di masa depan bisa berjalan lebih profesional dan berintegritas. Pemerintah desa harus menjunjung tinggi prinsip transparansi agar jabatan strategis di desa benar-benar diisi oleh individu yang kompeten dan berorientasi pada pelayanan masyarakat.

Salah satu tokoh masyarakat Desa Gayam, yang enggan disebutkan namanya, menyampaikan keprihatinannya terhadap situasi ini. “Kami sudah kehilangan kepercayaan pada pemerintahan desa jika seleksi perangkat desa terus menerus diwarnai praktik suap. Kami ingin ada reformasi yang nyata agar proses seleksi bisa berjalan jujur dan adil,” ujarnya.

Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dan penguatan sistem pengawasan, diharapkan kasus serupa tidak lagi terjadi di masa mendatang. Pemerintahan desa yang bersih dan profesional akan menjadi fondasi kuat bagi pembangunan yang berkelanjutan di tingkat lokal.

© Copyright 2022 - JURNAL Polisi News